Osis Jurnalistik. Diberdayakan oleh Blogger.

Minggu, 10 April 2011

Sepuluh Satu

Ini adalah KOMUNITAS ASYWAH,yaitu sepuluh satu.....
Struktur Sepuluh Satu:
Wali Kelas:-Bapak SUPARDI S.Pd
Ketua Kelas :-Abdul Aziz
Wakil Ketua : -Resqa Dahmurah
Sekretaris :-Ratna
Bendahara :-Valina Yolanda


Asywah Community
Foto Bareng
Kiri:Yogo,Indra,Regi dan Resqa

























Asywah adalah singkatan dari asywatun wahid..
-------
Untuk Memperbesar,Klik saja fotonya..^_^



Jika kamu punya foto narsis SE-k$elas,tinggal konfirmasi saja dengan Admin (x1))

Hati yang mati

“Diantara tanda-tanda matinya hati adalah jika anda tidak merasa susah ketika kehilangan keselarasan taat kepada Allah, dan tidak menyesali perbuatan dosa anda.”

Hati yang mati disebabkan oleh berbagai penyakit kronis yang menimpanya. Manakala hati seseorang tidak sehat, maka hati tentu sedang terserang penyakit-penyakit hati. Penyakit... hati itu begitu banyak yang terkumpul dalam organisasi Al-Madzmumat, dengan platform gerakan yang penuh dengan ketercelaan dan kehinaan, seperti takabur, ujub, riya’, hubbuddunya, kufur, syirik, dan sifat-sifat tercela lainnya.

Ketika sikap-sikap mazmumat ini dihadapan pada kepentingan Allah, maka akan muncul tiga hal:
1. Manusia semakin lari dari Allah, atau
2. dia justru memanfaatkan simbol-simbol Allah untuk kepentingan hawa nafsunya, atau
3. yang terakhir dia dibuka hatinya oleh Allah melalui HidayahNya.

Ibnu Ajibah menyimpulkan dari al-Hikam di atas, bahwa kematian hati (qalbu) karena tiga hal:
1. Mencintai dunia,
2. Alpa dari mengingat Allah,
3. Membiarkan dirinya bergelimang maksiat.

Faktor yang menyebabkan hati hidup, juga ada tiga:
1. Zuhud dari dunia
2. Sibuk dizikrullah
3. Bersahabat dengan Kekasih-kekasih Allah

Tanda-tanda kematian hati juga ada tiga:
1. Jika anda tidak merasa susah ketika kehilangan keselarasan taat kepada Allah.
2. Tidak menyesali dosa-dosanya.
3. Bersahabat dengan manusia-manusia yang lupa pada Allah yang hatinya sudah mati.

Kenapa demikian?

Karena munculnya kepatuhan kepada Allah merupakan tanda kebahagiaan hamba Allah, sedang munculnya hasrat kemaksiatan merupakan tanda kecelakaan hamba.

Apabila hati hidup dengan ma’rifat dan iman maka faktor yang menyiksa hati adalah segala bentuk yang membuat hati menderita berupa kemaksiatan hati kepada Allah.

Yang membuatnya gembira adalah faktor ubudiyah dan kepatuhannya kepada Allah.

Boleh saja anda mengatakan :
Jika seorang hamba Allah bisa taat dan melaksanakan ubudiyah, itulah tanda bahwa hamba mendapat Ridlo Allah. Hati yang hidup senantiasa merasakan Ridlo Allah, lalu bergembira dengan ketaatan padaNya.

Jika seorang hamba Allah bermaksiat kepadaNya, itulah pertanda Allah menurunkan amarahNya.

Hati yang mati tidak merasakan apa-apa, bahkan sentuhan taat dan derita maksiat tidak membuatnya gelisah. Sebagaimana yang dirasakan oleh mayit, tak ada rasa hidup atau rasa mati.

Rasulullah saw, bersabda,
“Orang yang beriman adalah orang yang digembirakan oleh kebajikannya, dan dideritakan oleh kemaksiatannya.”

Soal Respon Terhadap Dosa
Namun, Ibnu Athaillah mengingatkan, agar dosa dan masa lalu, jangan sampai membelenggu hamba Allah, yang menyebabkan sang hamba kehilangan harapan kepada Allah. Karena itu, rasa bersalah yang berlebihan yang terus menerus menghantui hamba harus dibebaskan dari dalam dirinya. Sang hamba harus tetap optimis pada masa depan ruhaninya di depan Allah.

Kebesaran ampunan Allah tidak bisa didilampaui oleh seluruh dosa-dosa hambaNya. Ampunan Allah lebih agung, lebih besar dan lebih kinasih, pada hambaNya yang bertobat. Karena itu Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan menyucikan diri.”

Oleh sebab itu jangan sampai perbuatan maksiat itu membuat hamba-hamba Allah menjadi Su’udzon kepada Allah.

“Dosa besar apa pun, jangan sampai menghalangi Husnudzon (baik sangka) anda kepada Allah.”
Wacana ini sekaligus mengingatkan kita pada pembuka kitab Al-Hikam,
“Diantara tanda-tanda bergantung atau mengandalkan amal adalah rasa pesimis kepada rahmat Allah ketika sang hamba berbuat dosa.”Jika anda masih mengandalkan amal, bukan mengandalkan Allah, berarti anda akan pesimis jika kesalahan menimpa anda. Padahal kita harus menggantungkan diri pada Allah, mengandalkan Allah, bukan mengandalkan amal. Karena mengandalkan amal, bisa menciptakan rasa arogansi spiritual, dengan merasa paling banyak beramal dan taat, kemudian merasa paling benar, paling dekat dengan Allah.

Dalam soal harapan dan ketakutan, biasanya hamba terbagi menjadi tiga golongan;
1. Golongan pemula, biasanya terliputi oleh rasa khawatir dan takut, dibanding dorongan harapan.
2. Golongan menengah, biasanya seimbang natara harapan dan ketakutannya.
3. Golongan yang sudah sampai kepada Allah, lebih didominasi rasa harapan yang optimis kepada Allah.

Inilah yang tergambar pada saat gurunya Al-Junaid, Sarry as-Saqathy dalam kondisi Maqbudl (terhimpit oleh suasana ruhaninya dalam Genggaman Allah).
“Ada apa gerangan wahai paman?” Tanya Junaid.
“Oh, anakku, ada seorang pemuda datang kepadaku, kemudian bertanya padaku, “Apakah hakikat taubat itu?”.
Aku jawab, “hendaknya engkau tidak melupakan dosa-dosamu…”.
Tapi pemuda itu mengatakan sebaliknya, “Tidak. Tapi justru hendaknya engkau melupakan dosa-dosamu..” Lalu pemuda itu keluar begitu saja.
Kemudian al-Junayd menegaskan, “Ya, menurutku yang benar adalah kata-kata si pemuda tadi. Karena itu jika aku berada di musim panas, lalu mengingat musim dingin, berarti aku berada di musim dingin.”
Pandangan As-Sary, benar, bagi para pemula. Sedangkan pandangan al-Junaid untuk mereka yang sudah sampai kepada Allah.
Bagaimana respon mereka yang mencapai tahap Ma’rifatullah?
“Siapa yang ma’rifat kepada Allah maka semua dosa adalah kecil di sisi KemahamurahanNya.”

Maksudnya, jika kita mengenal sifat dan Asma Allah yang Maha Murah, para hamba akan terus optimis terhadap ampunan Allah, karena tidak ada yang melebihi kebesaran dan keagungan ampunan Allah.

Sampai-sampai Rasul Allah SAW, menegaskan dalam hadits,
“Jika kalian semua berdosa, sampai dosa itu memenuhi langit, kemudian kalian bertobat, Allah pun mengampuni kalian. Jika sudah tidak adalagi hambaNya yang berbuat dosa, lalu datang para hamba Allah yang berbuat dosa, para hamba ini pun memohon ampun kepada Allah, maka Allah juga mengampuni mereka….. Karena sesungguhnya Allah Maha Ampun lagi Mengasihi.”
Namun, seorang hamba tidak boleh terjebak oleh ghurur, dengan alibi, mengabaikan dosa, dan menganggap enteng dosa-dosa itu.

Hal demikian ditegaskan lagi oleh Ibnu Athaillah:
“Tak ada dosa kecil jika anda berhadapan dengan KeadilanNya, dan tak ada dosa besar jika anda berhadapan dengan FadhalNya.”
Hikmah ini harus difahami di dunia ini dengan penafsiran demikian:
Apabila seorang hamba berbuat kepatuhan, ketaatan, ubudiyah, berarti itulah tanda bahwa sang hamba mendapatkan limpahan FadhalNya Allah. Sebaliknya jika sang hamba bermaksiat, menuruti hawa nafsunya, berarti merupakan pertanda bahwa si hamba berhadapan dengan KeadilanNya.
Tak ada yang lebih kita takutkan dibanding kita menghadapi Keadilan Allah, dan tak ada yang lebih dahsyat harapan kita dibanding kita menyongsong Fadhal dan RahmatNya.

sumber:waroengbejatz.wordpress.com

Jembatan Akhirat

Ada satu ayat Al Qur’an yang cukup baik untuk kita renungkan pada saat ini, ayat itu terdapat dalam Surat Al Qashash ayat 77 yang artinya :
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (k...epada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

Dari ayat ini dapat kita ambil pelajaran :

1.Kenikmatan apapun yang selama ini kita rasakan sebenarnya sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaaan di akhirat.itu berarti semakin banyak kenikmatan yang kita rasakan haruslah semakin cepat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Untuk menuju keselamatan di akhirat,mengapa? Karena fasilitas mereka lebih banyak!

Untuk memudahkan pemahaman, ada satu contoh : Pada suatu ketika, ada perlombaan adu kecepatan yang diikuti empat peserta

Pertama jalan kaki,
Kedua menggunakan sepeda onthel,
Ketiga menggunakan sepeda motor dan
Keempat menggunakan mobil mewah.
Maka penonton yang sedang menyaksikan perlombaan tersebut memastikan yang menggunakan mobil mewah itulah yang pasti bakal menang ! ,
karena sarana perlombaan lebih mewah, ternyata sebaliknya !
pemenangnya adalah peserta pertama, yakni dengan jalan kaki. Maka penonton seketika mencemooh ketiga peserta di atas, mengapa engkau kalah dengan pejalan kaki?
Padahal anda menggunakan sarana perlombaan dengan mobil mewah !

Allah SWT pun demikian, di akhirat akan mencemooh mereka yang kalah cepat bahkan tidak sam sekali untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT..seperti dalam surat Yasin 59 dan 60 yang bunyinya ;” Dan (Dikatakan kepada orang-orang kafir): "Berpisahlah kamu (dari orang-orang mukmin) pada hari ini, Hai orang-orang yang berbuat jahat.
Bukankah aku telah memerintahkan kepadamu Hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu .”

Maka dari itu, wahai saudaraku !
semakin banyak nikmat Allah SWT yang telah engkau terima dan engkau rasakan sebagai konsekwensinya haruslah lebih cepat untuk mendekatkan diri kepadaNya.

2.Jangan lupa bagianmu di dunia !
Penekanan ayat diatas adalah jangan lupa dengan kehidupan di dunia.
Ada ilustrasi senada.
Dalam perusahaan ada seorang Direktur yang memerintahkan empat karyawannya untuk membelikan kain batik seragam pegawai di pasar Klewer solo dan nanti setibanya di sana, kata sang Direktur jangan lupa belikan bakpia !

Dengan semangat karyawannya menjawab “ SIAP”. Tapi apa yang terjadi :

a.Karyawan pertama, sempurna !
karena dia berhasil untuk membelikan seragam sekaligus telah membelikan bakpia walaupun itu tujuan yang kedua.

b.Karyawan kedua, baik !
karena telah berhasil membelikan seragam batik, karena itu tujuan pertama, namun tidak berhasil membelikan Bakpia walaupun itu tujuan yang kedua.

c.Karyawan ketiga, Gagal!
karena dia tidak mampu membelikan seragam batik yang merupakan tujuan utama, walaupun tujuan kedua dia dapatkan yaitu bakpia. Mengapa dikatakan gagal?
Karena tujuan utama bukanlah bakpia akan tetapi seragam kain batik. Dan itu tidak dia dapatkan.

d.Karyawan keempat gagal dan Fatal !
Mengapa karena karyawan ini tidak mampu membelikan seragam batik yang merupakan tujuan utama , sekaligus dia tidak bisa membelikan Bakpia walaupun itu tujuan kedua.

Tipe Manusia di dunia seperti contoh di atas, ada yang berhasil di dunia dan akhirat dan ini ibarat karyawan pertama, ada lagi manusia seperti karyawan kedua dia berhasil dalam urusan akhirat namun gagal dalam urusan dunia, adapula manusia seperti karyawan ketiga sukses di dunia namun gagal dalam urusan akhirat. Ada lagi sosok manusia seperti karyawan keempat gagal dan fatal. Baik dalam urusan dunia maupun akhirat.
Naudzubillah

Mudah-mudahan kita dijadikan oleh Allah SWT sebagai karyawan yang pertama, sukses di dunia walaupun tujuan kedua dan sukses pula di akhirat yang menjadi tujuan utama kita. Sebagai mana doa kita “ Robbana atina fiddunyaa hasanah wafil akhirati hasanah waqinaa adzaa ban naar .” Amiin...

Shared By Catatan Catatan Islami Pages

Iman yang Paling Menakjubkan

Dari Ibnu Abas r.a diriwayatkan, bahwa Rosulullah Shallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Apakah kalian mengetahui, siapa yang paling mengagumkan imannya?”
Para sahabat menjawab,”Imannya para malaikat, ya rosulullah.”

...Beliau bersabda,”Bagaimana para malaikat tidak beriman sedang mereka itu menyaksikan perkaranya.”
Para sahabat berkata,”Para nabi,ya Rosulullah.”

Rosulullah Shallahu’alaihi wa sallam bersabda,”Bagaimana para Nabi tidak beriman sedang malaikat datang dari langit membawa wahyu.”
Para sahabat berkata,”Sahabat-sahabatmu, ya Rosulullah.”

Rosulullah Shallahu’alaihi wa sallam bersabda,”Bagaimana para sahabat-sahabatku tidak beriman sedang mereka menyaksikan mukjizat dariku dan aku memberitahu mereka tentang wahyu yang diturunkan kepadaku.”

Akan tetapi yang paling mengagumkan imannya ialah orang-orang yang datang sesudah wafatku dan beriman kepadaku sedang mereka tidak melihat dan membenarkanku, mereka itulah saudara-saudaraku.”

Iman kepada Muhammad Shallahu’alaihi wa sallam di akhir zaman adalah tingkatan yang paling utama, karena mereka tetap dalam Iman dan Islam tanpa menyaksikan Rosulullah Shallahu’alaihi wa sallam dan Mukjizat-mukjizatnya.

[ Sumber: Kitab Mawa'idul Usfuriyah-Muhammad Bin Abu Bakar Al-Usfuri Hadits 16 ] 
Shared By Catatan Catatan Islami Pages

Larangan Banyak Bicara Dan Perintah Untuk Sering Mengingat Mati

Dari Abi Said Al-Khudri diriwayatkan, bahwa pada suatu hari Rosulullah Shallahu’alaihi wa sallam masuk ke tempat sembayang, beliau melihat banyak orang pada berbicara. Beliau bersabda,”Andaikata kalian banyak mengingat”Pemotong kenikmatan” niscaya kalian tidak banyak berbi...cara seperti ini, seringlah mengingat pemotong kenikmatan, yakni kematian.”

Rosulullah Shallahu’alaihi wa sallam bersabda :”Kubur itu bisa merupakan salah satu kebun surga atau salah satu parit neraka .”

Diceritakan dari Abu Bakar Al-Ismail dengan sanadnya Usman bi Afan, bahwa apabila mendengar cerita neraka , ia tidak menangis.bila mendengar cerita kiamat, ia tidak menangis.Namun ,apabila mendengar cerita kubur, ia meanngis.”

Ada yang bertanya,”Mengapa demikian, wahai Amirul Mukminin?”Usman menjawab,”Apabila aku berada di neraka,aku tinggal bersama orang lain, pada hari kiamat aku bersama orang lain, namun apabila aku berada di kubur,aku hanya seorang diri.”

Kunci kubur dipegang oleh Israfil, dialah yang membuka pada hari kiamat dan ia berkata,”Barangsiapa yang didunianya sebagai penjaranya, maka kuburnya adalah surganya. Barangsiapa yang dunianya adalah surganya, maka kuburnya adalah penjaranya. Barangsiapa kehidupannya diikat oleh dunia, maka kematian merupakan pembebasannya. Dan barangsiapa meninggalkan bagiannya di dunia, maka ia akan memperolehnya di akhirat.”

Ia berkata,”Sebaik-baik manusia adalah orang yang meninggalkan dunia sebelum dunia meninggalkannya, membuat ridhlo tuhan sebelum bertemu dengan-Nya dan memakmurkan kubur sebelum memasukinya.”

Diceritakan darii Hasan Al-Basri, bahwa ia sedang duduk di pintu rumah ketika sedang lewat jenazah seseorang laki-laki, dibelaknganya banyak orang, sedang di bawah jenazah berjalan seorang anak kecil perempuan dengan rambut terurai sambil menangis.

Al-Hasan mengikuti jenazah.Sedangkan anak perempuan yang di bawah jenazah itu berkata,”Hai bapakku, mengapa tiba hari yang semacam ini dalam hidupku?”
Al-Hasan berkata kepada anak perempuan itu,”Tidak akan datang lagi hari yang seperti ini kepada ayahmu.”
Al-Hasan menyembayangi jenazah ,terus pulang.

Keesokan hari, Al-Hasan pergi ke masjid untuk salat subuh, setelah itu duduk di pintu rumah.
Tiba-tiba ia melihat anak perempuan yang dilihat kemarin lewat sambil menangis dan berziarah menuju makam ayahnya.
Al-Hasan berkata,”Sesungguhnya anak perempuan ini cerdas, sebaiknya kuikuti dia, barangkali ia akan mengucapkan perkataan yang bermanfaat bagiku,”

Al-Hasan mengikuti anak itu. Ketika ia tiba di makam ayahnya, Al-Hasan bersembunyi. Anak perempuan itu memluk makam sang ayah dan meletakkan pipi di atas tanah seraya berkata,”Wahai ayahku, bagaimana engkau tinggal di dalam kegelapan makam seorang diri tanpa lampu maupun penghibur?”

“Wahai ayahku, kemarin malam kunyalakan lampu untukmu, siapakah yang menyalakan lampu bagimu tadi malam?”

“Wahai ayahku, kemarin malam kupijit kedua tangan dan kakimu, siapakah yang memijitmu tadi malam?”

“Wahai ayahku, kututupi anggota-anggota badanmu yang terbuka kemarin malam, siapakah yang menutupimu tadi malam?”

“Wahai ayahku, kuberi engkau minuman, siapakah yang memberimu minuman tadi malam?”

“Wahai ayahku, kemarin malam aku merenungi wajahmu, siapakah yang merenungi wajahmu tadi malam?”

“Wahai ayahku, kemarin malam engkau memanggil kami dan kami menjawab panggilanmu, siapakah yang engkau panggil tadi malam dan siapakah yang menjawab panggilanmu?”

“Wahai ayahku, kemarin malam kuberi engkau makanan ketika engkau ingin makan, apakah tadi malam engkau menyukai makanan dan siapakah yang memberimu makanan?”

“Wahai ayahku, kemarin malam aku memasak macam-macam makanan untukmu, siapakah yang memasak untukmu tadi malam?”

Al-Hasanpun menangis dan menampakkan diri kepada anak perempuan itu dan berkata, “Wahai anakku, janganlah engkau mengucapkan kata-kata ini, akan tetapi katakanlah.

“Wahai ayahku, kami telah menghadapkanmu kearah kiblat, apakah engkau tetap demikian ataukah telah dihadapkan ke tempat lain?”

“Wahai ayahku, kami telah mengafanimu dengan kafan terbaik, apakah tetap begitu ataukah kafan itu telah ditanggalkan darimu?”

“Wahai ayahku, kami telah meletakkan badanmu di dalam kubur dalam keadaan utuh, apakah engkau tetap begitu ataukah engkau telah dimakan cacing?”

“Wahai ayahku, para ulama berkata bahwa kubur itu dilapangkan bagi sebagian manusia dan disempitkan bagi sebagian yang lain, Apakah kubur itu terasa sempit bagimu ataukah terasa lapang?”

Sesungguhnya para ulama berkata, bahwa sebagian mereka diganti kafannya dari surga dan sebagian lainnya diganti kafan dari neraka, apakah kafanmu diganti dari neraka atau kafan dari surga?”

“Wahai ayahku, sesungguhnya para ulama berkata, bahwa kubur itu bisa merupakan salah satu kebun surga atau salah satu parit neraka.”

“Wahai ayahku, sesungguhnya para ulama berkata, bahwa kubur itu memeluk sebagian penghuninya seperti ibu yang penuh kasih sayang dan bisa membenci serta menghimpit sebagian manusia hingga tumpang tindih tulang-tulang rusuk mereka, apakah kubur ini memlukmu atau membencimu?”

“Wahai ayahku, para ulama berkata, bahwa siapa yang diletakkan dalam kubur, bila ia seorang yang bertaqwa iapun menyesal karena kurang banyak berbuat kebaikan dan bila ia seorang berdosa ia menyesal mengapa telah melakukan maksiat, Apakah engkau menyesal atas dosa-dosamu atau karena sedikitnya kebaikanmu?”

“Wahai ayahku, jika aku memanggilmu tentu engkau menjawab panggilanku dan selama aku memanggilmu di kepala kuburmu mengapa aku tidak mendengar suaramu?”

“Wahai ayahku, engkau telah pergi dan aku tidak bisa berjumpa denganmu hingga hari kiamat, Ya Allah janganlah engkau haramkan kami dari pertemuan dengannya pada hari kiamat.”

Kemudian anak perempuan itu berkata,” Hai Hasan, alangkah baiknya perkataan yang engkau ucapkan untuk ayahku dan alangkah baiknya nasehatmu kepadaku dan peringatanmu terhadap orang-orang lalai. Setelah itu, pulanglah anak perempuan itu bersama Hasan Basri sambil menangis.

[ Sumber: Kitab Mawa'idul Usfuriyah-Muhammad Bin Abu Bakar Al-Usfuri Hadits 13 ]

Semoga bermanfaat.
Silahkan SHARE/TAG ke rekan anda jika menurut anda note ini bermanfaat

Shared By Catatan Catatan Islami Pages